Beberapa kali kedapatan melantunkan 'nyanyian sumbang' pada rezim Vladimir Putin, Pussy Riot menahbiskan diri jadi mimpi buruk Rusia-1 itu.
Menit ke-50 pada final piala dunia, tiga perempuan dan satu laki-laki berseragam polisi menerobos lapangan, mengganggu jalannya pertandingan final antara kesebelasan Prancis melawan Kroasia. Ketiga perempuan tersebut adalah anggota kolektif seni yang gemar menyerukan protes, Pussy Riot. Protes memang sudah menjadi bagian hidup mereka sehari-hari.
Pussy Riot seringkali disalahpahami publik sebagai band punk, sebab pada 21 Februari 2012 kolektif ini beraksi mendendangkan nyanyian protes mereka “Punk Prayer” di Katedral Kristus Juru Selamat di Moskow. Dalam lagu mereka, terdapat lirik nakal berbunyi Virgin mary, Mother of God, banish Putin, banish Putin, banish Putin! (Bunda Maria, ibu Tuhan, buang Putin, buang Putin, buang Putin).
Protes tersebut ditujukan pada pemimpin gereja ortodoks yang mendukung Putin selama masa kampanye. Akibat aksi protes tersebut, dua anggotanya, Nadezhda Tolokonnikova serta Maria Alyokhina ditahan dan dikenai tuduhan melakukan kerusuhan. Kemudian pada 16 Maret di tahun yang sama, anggota ketiga mereka Yekaterina Samutsevich ikut ditahan pihak kepolisian Rusia.
Mereka bertiga akhirnya divonis kurungan penjara selama dua tahun oleh hakim. Pada Oktober Samutsevich dibebaskan, tetapi, dua orang lainnya menjalani hukuman penjara selama 22 bulan.
Pada Februari 2014, Pussy Riot mengeluarkan pernyataan, dua anggotanya Alyokhina dan Tolokonnikova hengkang dari kolektif. Walaupun begitu, keduanya tetap mengikuti protes yang dilakukan Pussy Riot dalam ajang olimpiade musim dingin di Sochi, Rusia. Pada protes tersebut, mereka diserang dengan pecut dan semprotan merica oleh pasukan Cossack yang dipekerjakan sebagai penjaga.