Harapan sepak bola Indonesia untuk menembus Piala Dunia 2026 kini tinggal beberapa langkah lagi. Setelah kemenangan bersejarah atas China di Gelora Bung Karno, skuad Garuda dipastikan lolos ke babak keempat kualifikasi zona Asia. Namun, kabar bahwa Qatar akan menjadi tuan rumah sentralisasi pertandingan babak keempat memunculkan gelombang kekhawatiran baru di kalangan publik dan pengamat sepak bola nasional.
Bukan tanpa alasan. Meski memiliki fasilitas kelas dunia pasca menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar menyimpan warisan kontroversial di arena sepak bola internasional, terutama terkait isu keberpihakan wasit, keputusan-keputusan janggal, dan atmosfer pertandingan yang kerap dianggap tidak netral.
AFC pilih Qatar jadi tuan rumah
Asosiasi Sepak bola Asia (AFC) telah mengumumkan dua negara yang akan menjadi tuan rumah putaran 4 kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Regulasi sistem tuan rumah ini pun sebenarnya baru muncul di pertengahan kualifikasi babak 3. Sebelumnya, disebutkan bahwa babak empat hanya akan dilakukan di tempat netral.
Belakangan Irak pun merasa perlu bersuara. Mereka mempertanyakan transparansi penunjukkan tuan rumah tersebut.
Dengan sistem tuan rumah, Indonesia dipastikan -- kecuali bila ada aturan lagi yang diubah -- akan bergabung bersama Qatar, karena tidak mungkin satu grup dengan Arab Saudi, yang sama-sama datang dari Grup C.
Melihat ini, publik sepak bola di Tanah Air mengkhawatirkan Indonesia akan kembali dikerjai oleh perangkat pertandingan yang berat sebelah untuk menguntungkan tuan rumah Qatar.
Pengalaman buruk
Dalam satu tahun belakangan ini, Indonesia harus menerima perlakuan tidak sportif dari wasit saat menghadapi tim Timur-Tengah. Sebelum skandal '90+6=99' saat melawan Bahrain, Garuda dikerjai habis-habisan ketika mengarungi Piala Asia U-23 2024 saat menghadapi Qatar yang merupakan tuan rumah.
Di laga itu, setidaknya ada empat momen yang penuh kejanggalan. Rizky Ridho dianggap melakukan pelanggaran sehingga Qatar mendapatkan penalti, kartu merah Ivar Jenner dan Ramadhan Sananta, dan tidak digubrisnya pelanggaran pemain Qatar terhadap Marselino Ferdinand dan Witan Sulaeman. Meski terlihat jelas adegan pelanggaran itu terjadi, wasit Nasrullo Kabiro mengabaikannya bahkan tidak meninjaunya melalui VAR.
Tak berhenti di situ. Di turnamen yang sama, Qatar juga menuai sorotan dalam laga melawan Yordania U-23, di mana mereka mencetak gol penyeimbang di menit ke-103—injury time terpanjang dalam sejarah turnamen tersebut. Wasit seolah memberikan waktu tak terbatas sampai Qatar mencetak gol.
India mungkin yang paling merasakan dongkolnya dikerjai wasit saat melawan Qatar. Mereka hampir membuat sejarah lolos ke babak ketiga, dengan keunggulan 1-0 melawan Qatar dalam pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 babak kedua.
Tetapi lagi-lagi pertolongan wasit terhadap Qatar terjadi. Pada Menit ke-73, Yousef Aymen dari Qatar mencetak gol penyama kedudukan setelah bola yang sebelumnya jelas keluar lapangan tetap dianggap “in play” oleh wasit Kim Woo-Sung asal Korea Selatan.
Video dari berbagai sudut memperlihatkan bola sudah keluar sebelum dikirim kembali ke lapangan. Namun, wasit bergeming, dan VAR seolah hilang dari pertandingan. Media Inggris seperti The Sun dan Time Magazine menyebut insiden ini “shameful” dan mempertanyakan integritas keputusan tersebut. Seruan agar Kim Woo-Sung dilarang memimpin pertandingan internasional pun menggema.
Dengan sederet fakta lapangan reputasi buruk itu, Indonesia wajib ekstra waspada, dan meminimalisir kesalahan terutama di kotak penalti. Qatar, yang menjadi venue tidak netral, bisa menjadi medan penuh kejutan dan tekanan tak kasat mata yang berpotensi memupus mimpi Indonesia ke Piala Dunia.
Pelajaran dari pengalaman Jepang
Di tengah kecemasan atas bias perangkat pertandingan di Qatar, Jepang sebenarnya telah memberi pelajaran. Setelah kerap menjadi korban saat bertemu tim Timur-Tengah dalam dekade sebelumnya, mereka kini bermain dengan satu prinsip sederhana: "Win big, or go home." Jepang membangun tim yang begitu dominan, mencetak banyak gol dan menjaga disiplin tinggi agar wasit tak punya alasan untuk menghukum mereka.
Strategi itu mungkin bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia. Jika harus bertanding di tanah Qatar, Garuda harus memastikan kemenangan bukan hanya lewat semangat, tapi juga lewat skor yang tak bisa dipelintir oleh pluit siapa pun.