Tetapi upaya meningkatkan angka kelahiran bukan perkara sederhana.
Vietnam sedang berada di persimpangan sejarah demografis. Untuk pertama kalinya, tingkat kelahiran di negara itu turun hingga menyentuh angka 1,91 anak per perempuan—angka yang secara diam-diam membawa Vietnam mendekati masa “penuaan dini” sebagai bangsa. Sebuah masa di mana lebih banyak warga lanjut usia yang bergantung pada generasi muda, sementara tenaga produktif semakin menipis.
Bagi pemerintah, angka itu bukan sekadar statistik. Itu adalah lonceng peringatan. Jika tren terus menurun, maka pada 2039 Vietnam akan keluar dari masa keemasan demografinya, dan mulai kehilangan keseimbangan antara usia produktif dan beban populasi. Ketika populasi menua, produktivitas bisa menurun, sementara kebutuhan sosial—seperti pensiun dan layanan kesehatan—semakin meningkat.
Tetapi upaya meningkatkan angka kelahiran bukan perkara sederhana. Banyak keluarga muda menunda memiliki anak—atau menolak menambah anak kedua—karena beban ekonomi, tekanan karier, hingga kurangnya dukungan sosial. Tak sedikit pula perempuan yang merasa bahwa tanggung jawab pengasuhan terlalu berat untuk ditanggung sendiri.
Maka Kementerian Kesehatan Vietnam mencoba menawarkan jawaban. Mereka mengusulkan serangkaian insentif—mulai dari cuti tambahan untuk ibu dan ayah, pemeriksaan kehamilan gratis, hingga subsidi makanan anak-anak prasekolah. Bahkan, bantuan tunai khusus diusulkan untuk perempuan yang melahirkan dua anak sebelum usia 35 tahun. Untuk serangkaian langkah itu, Kementerian mengusulkan biaya VND5,365 triliun (US$210 juta).
Ketimpangan gender