Vietnam berencana melonggarkan bahkan menghapus kebijakan dua anak karena angka kelahiran terus menurun, menjadi salah satu yang terendah di Asia Tenggara. Kementerian Kesehatan mengusulkan agar pasangan bebas menentukan jumlah dan waktu kelahiran anak mereka. Usulan ini juga bertujuan mengatasi kesenjangan angka kelahiran antarwilayah.
Saat ini, angka kelahiran Vietnam di bawah rata-rata regional (2,0 anak per perempuan), hanya lebih tinggi dari Brunei (1,8), Malaysia (1,6), Thailand (1,47), dan Singapura (1,0).
Seperti banyak negara Asia lainnya, Vietnam menghadapi krisis demografi. Tekanan pekerjaan, beban ekonomi, ambisi karier, dan perubahan pandangan sosial disebut sebagai penyebab utama penurunan kelahiran.
Sejak 1999 hingga 2022, angka kelahiran cukup stabil di sekitar angka pengganti (2,1). Namun, dalam dua tahun terakhir turun cepat, dari 1,96 pada 2023 menjadi 1,91 pada 2024—terendah sepanjang sejarah Vietnam. Ini menjadi tahun ketiga berturut-turut angka kelahiran berada di bawah tingkat pengganti.
Jumlah daerah dengan angka kelahiran rendah naik dari 22 wilayah pada 2019 menjadi 32 pada 2024, terutama di Tenggara dan Delta Mekong. Di wilayah perkotaan, rata-rata hanya 1,67 anak per perempuan, sementara pedesaan mencatat 2,08.
Meski rasio kelahiran anak laki-laki dan perempuan sedikit membaik, masih belum seimbang: 112 anak laki-laki lahir untuk setiap 100 anak perempuan.
Wilayah dengan angka kelahiran terendah adalah Tenggara (1,48) dan Delta Mekong (1,62), sementara wilayah pegunungan timur laut dan utara mencatat di atas rata-rata: masing-masing 2,34 dan 2,24. Kota Ho Chi Minh menjadi yang terendah secara nasional (1,39), dan Ha Giang tertinggi (2,69).
Berakhirnya Bonus Demografi
Para ahli memprediksi angka kelahiran Vietnam akan terus turun, menandai berakhirnya era bonus demografi pada 2039, dan diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif pada 2054. Ini dikhawatirkan menyebabkan kekurangan tenaga kerja dan beban sosial ekonomi dari populasi lanjut usia.
Wakil Menteri Kesehatan Nguyễn Thị Liên Hương mendorong langkah cepat, seperti menghapus sanksi bagi anak ketiga dan memberi insentif keuangan. Pemerintah juga mulai memperhatikan layanan kesehatan reproduksi dan perlindungan lansia.
Masalah Vietnam ini bukan satu-satunya. Negara seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang menghadapi hal serupa. Untuk mengatasi, lebih dari 50 negara menerapkan kebijakan pro-kelahiran, seperti cuti orang tua lebih lama dan insentif keuangan.
Korea Selatan meningkatkan dana untuk program pro-kelahiran, sedangkan Hongaria memberikan pembebasan pajak seumur hidup bagi perempuan yang memiliki empat anak atau lebih.
Para ahli menyarankan Vietnam mengambil langkah praktis, seperti subsidi biaya anak dan bantuan perumahan, untuk mendorong masyarakat memiliki lebih banyak anak.
Latar belakang kebijakan dua anak di Vietnam
Kebijakan dua anak pertama kali diterapkan pada 1963 di Vietnam Utara sebagai respon terhadap ledakan penduduk. Setelah reunifikasi pada 1975, kebijakan ini diterapkan nasional, dengan pendekatan edukasi, kampanye, dan penyediaan kontrasepsi.
Pada 1988, kebijakan ini diperkuat dengan batasan usia menikah dan jarak antar kelahiran. Mereka yang melanggar dikenakan sanksi administratif. Meski sempat dicabut pada 2003, kekhawatiran akan lonjakan kelahiran membuat kebijakan ini dihidupkan lagi pada 2008.
Penerapan kebijakan dua anak ini menimbulkan berbagai persoalan. Pemerintah daerah kadang menjatuhkan sanksi seperti denda atau pembatasan kenaikan jabatan. Budaya patriarki juga menyebabkan ketidakseimbangan gender: orang tua cenderung memilih anak laki-laki. Keterbatasan akses kontrasepsi dan efek samping alat kontrasepsi turut memperumit penerapan kebijakan ini.
Penghapusan kebijakan dua anak dapat dukungan
Wacana penghapusan kebijakan ini didukung oleh banyak tokoh. Wakil Menteri Kesehatan Nguyen Thi Lien Huong menegaskan pentingnya langkah cepat untuk mencegah penurunan populasi lebih lanjut. Mai Trung Son dari Otoritas Kependudukan Vietnam menyebut fenomena ini sebagai tren global yang paling terasa di kota besar seperti Ho Chi Minh City, yang kini mencatat angka kelahiran 1,32 per wanita.
Dengan kebijakan baru yang lebih longgar dan insentif baru, Vietnam berharap bisa menstabilkan angka kelahiran dan menjaga pertumbuhan ekonomi di masa depan.(vietnamnews,afp)