Alasan anak muda berutang

Sebagian anak muda cenderung mengambil pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Sebuah postingan yang menceritakan beberapa fresh graduate (lulusan baru) tidak lolos seleksi penerimaan karyawan baru ramai di lini media sosial belakangan ini. Musababnya, mereka tercatat memiliki skor kredit buruk pada Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK). Dari akun X (sebelumnya Twitter-red) @kawtuz, diketahui bahwa para pelamar tersebut memiliki skor SLIK OJK dengan status kolektabilitas (kol) 5. 

Dalam penilaian kualitas aset bank umum, kol 5 dapat dikategorikan sebagai kredit macet, karena debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga lebih dari 180 hari atau 6 bulan. Dengan status ini, debitur masuk ke dalam daftar hitam (blacklist) SLIK OJK dan menyebabkannya tidak dapat mengajukan pinjaman di bank atau layanan beli sekarang bayar nanti alias paylater dari perusahaan teknologi finansial (tekfin). 

“Sekarang pinjam-meminjam semakin mudah dilakukan. Cuma modal KTP (Kartu Tanda Penduduk) saja, kita sudah bisa dapat pinjaman uang dari aplikasi pinjol. Bahkan untuk paylater itu cuma butuh waktu 15 menit sudah jadi. Enggak perlu ngecek SLIK segala,” kata Economics and Public Policy Researcher Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda, kepada Alinea.id, Rabu (6/9). 

Kemudahan inilah yang kemudian menyebabkan candu pinjol menjerat anak-anak muda, baik yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan maupun yang masih duduk di bangku perguruan tinggi. Sayangnya, jika menilik karakteristik generasi muda Indonesia, banyak yang masih berpenghasilan rendah, bahkan masih banyak pula yang tidak atau bahkan belum bekerja. 

Alinea.id mengulas candu anak muda meminjam uang ke fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online dalam artikel ini.