Persoalan hukum integrasi BRIN

Perpres BRIN bisa dipersoalkan lantaran memberikan mandat integrasi empat lembaga riset ke dalam BRIN.

Ilustrasi polemik hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Alinea.id/Firgie Saputra

Isi Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional dianggap menyalahi substansi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas-Iptek)

Menurut pakar hukum tata negara Bivitri Susanti pemberian kewenangan integrasi dalam Perpres BRIN yang melenceng dari isi Pasal 48 UU Sisnas-Iptek. Dalam penjelasan Pasal 48, integrasi "dikunci" sebagai upaya mengarahkan dan menyinergikan perencanaan, program, anggaran, sumber daya iptek guna hasilkan invensi dan inovasi.

“Nah, masalah hukumnya, salah satu ada di pemaknaan atau penafsiran makna ada di integrasi. Saya kira ada beberapa masalah hukum lain yang mungkin bisa kita gali, tetapi yang paling nyata itu,” ujar dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera itu dalam sebuah webinar di Jakarta, belum lama ini. 

Dalam Perpres BRIN disebutkan empat lembaga pemerintahan non-kementerian (LPNK) di bidang riset dan inovasi bakal dilebur ke dalam BRIN. Mereka ialah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) .

Persoalan kedua, lanjut Bivitri, terkait tidak dilibatkannya publik yang memiliki kepentingan oleh pemerintah saat perumusan dan pembahasan Perpres BRIN. Hak publik untuk terlibat dalam merumuskan regulasi diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.