Jumlah jurnalis alami kekerasan saat liput demo UU Ciptaker bertambah

Jumlah ini mengalami peningkatan cukup signifikan dari laporan awal pada Sabtu (10/10), yakni 28 kasus.

Ilustrasi aksi unjuk rasa antikekerasan kepada jurnalis. Foto Antara.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia merilis data terbaru jumlah jurnalis yang menjadi korban kekerasan saat meliput unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja, dari 7 Oktober hingga 21 Oktober.

AJI mencatat sebanyak 56 jurnalis menjadi korban kekerasan saat meliput unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Jumlah ini mengalami peningkatan cukup signifikan dari laporan awal pada Sabtu (10/10), yakni 28 kasus.

Kekerasan terhadap jurnalis saat meliput terbanyak terjadi di Malang atau 15 kasus. Disusul kemudian Jakarta delapan kasus, Surabaya enam kasus, dan Samarinda lima kasus. Dari segi jenis kekerasan, mayoritas berupa intimidasi atau 23 kasus. Kemudian perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan atau 13 kasus, dan kekerasan fisik atau 11 kasus.

Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers telah mengategorikan kekerasan terhadap jurnalis sebagai pelanggaran. Ironisnya, pelaku dari semua peristiwa kekerasan terhadap jurnalis adalah polisi, institusi yang semestinya menegakkan hukum. Misalnya, dalam kasus di Jakarta, terdapat enam jurnalis ditahan di Polda Polda Metro Jaya bersama para pengunjuk rasa, Meski, dua hari kemudian dibebaskan. 

“Setidaknya ada dua kasus kekerasan yang terjadi di Ternate, Maluku Utara, yang dilaporkan ke polisi. Awalnya laporan disampaikan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Maluku Utara, 21 Oktober 2020. Pengaduan ditolak karena belum ada rekomendasi dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Saat ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus, juga ditolak dengan alasan mereka hanya menangani yang berhubungan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik,” ujar Ketua AJI Abdul Manan dalam keterangan tertulis, Senin (26/10).