Advokat pertanyakan dua alat bukti KPK jerat I Nyoman Dhamantra

Kuasa hukum meminta KPK melepaskan I Nyoman Dhamantra dari rutan.

Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Dhamantra, ketika menjalani pemeriksaan perdana di KPK. Antara Foto

Kuasa hukum I Nyoman Dhamantra, Fachmi Bachmid, menganggap proses penanganan perkara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya tidak sah. Pasalnya, dia merasa ada janggal pada setiap tahap dalam proses penanganan perkara terhadap mantan anggota Komisi VI DPR RI itu.

Tahap yang menurut Fachmi janggal yakni dari mulai penetapan tersangka hingga penahanan yang dilakukan KPK pada 8 Agustus 2019 terhadap I Nyoman Dhamantra. Karena itu, kliennya merasa perlu mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, proses penanganan perkara oleh KPK itu tidak berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014.

“Seharusnya, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka itu harus dilalui dengan proses pemeriksaan calon tersangka dan minimal ada dua alat bukti. Itu intisarinya dari permohonan kami,” kata Fachmi usai sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/11).

Di samping itu, Fachmi meminta kepada majelis hakim tunggal untuk dapat mengabulkan salah satu petitum dalam nota praperadilannya itu, yakni dengan mengeluarkan kliennya dari rumah tahanan KPK. "Itu memang kami ajukan salah satunya, kami ingin diputuskan untuk segera keluar dari rutan negara," ujar dia.

Seperti diketahui, I Nyoman Dhamantra diduga kuat telah dijanjikan fee dari pemilik PT Cahaya Sakti Argo (CSA), Chandry Suanda alias Afung. Fee tersebut diberikan untuk mengurus proses izin impor bawang putih. Adapun fee yang dijanjikan yakni sekitar Rp1.700 hingga Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor.