sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Advokat pertanyakan dua alat bukti KPK jerat I Nyoman Dhamantra

Kuasa hukum meminta KPK melepaskan I Nyoman Dhamantra dari rutan.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 04 Nov 2019 21:48 WIB
Advokat pertanyakan dua alat bukti KPK jerat I Nyoman Dhamantra

Kuasa hukum I Nyoman Dhamantra, Fachmi Bachmid, menganggap proses penanganan perkara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya tidak sah. Pasalnya, dia merasa ada janggal pada setiap tahap dalam proses penanganan perkara terhadap mantan anggota Komisi VI DPR RI itu.

Tahap yang menurut Fachmi janggal yakni dari mulai penetapan tersangka hingga penahanan yang dilakukan KPK pada 8 Agustus 2019 terhadap I Nyoman Dhamantra. Karena itu, kliennya merasa perlu mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, proses penanganan perkara oleh KPK itu tidak berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014.

“Seharusnya, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka itu harus dilalui dengan proses pemeriksaan calon tersangka dan minimal ada dua alat bukti. Itu intisarinya dari permohonan kami,” kata Fachmi usai sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/11).

Di samping itu, Fachmi meminta kepada majelis hakim tunggal untuk dapat mengabulkan salah satu petitum dalam nota praperadilannya itu, yakni dengan mengeluarkan kliennya dari rumah tahanan KPK. "Itu memang kami ajukan salah satunya, kami ingin diputuskan untuk segera keluar dari rutan negara," ujar dia.

Seperti diketahui, I Nyoman Dhamantra diduga kuat telah dijanjikan fee dari pemilik PT Cahaya Sakti Argo (CSA), Chandry Suanda alias Afung. Fee tersebut diberikan untuk mengurus proses izin impor bawang putih. Adapun fee yang dijanjikan yakni sekitar Rp1.700 hingga Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor.

KPK menduga uang tersebut diberikan agar proses perizinan impor bawang putih tahun 2019 sebanyak 20.000 ton dapat terealisasi. Untuk mengurus kuota tersebut, muncul angka fee sebesar Rp3,6 miliar.

Namun, Afung tidak dapat membayar nilai kesepakatan tersebut secara tunai lantaran beberapa perusahaan yang ingin membeli kuota impornya belum memberikan uang. Lantas, Afung meminjam uang kepada Zulfikar.

Kemudian, Zulfikar meminjamkan uang kepada Afung dengan syarat terdapat bunga pinjaman yang dibayar jika impor terealisasi dengan nilai sebesar Rp100 juta per bulan. Tak hanya itu, Zulfikar juga mendapat jatah dari setiap kilogram bawang putih yakni sebesar Rp50.

Sponsored

Zulfikar pun merealisasikan pinjaman tersebut dengan nilai sebesar Rp2,1 miliar. Uang itu dikirimkan ke rekening Doddy. Kemudian, Doddy mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening money changer milik I Nyoman.

KPK menduga, uang itu digunakan untuk mengurus Surat Persetujuan Izin (SPI) di Kementrian Perdagangan. Setidaknya, uang untuk mengurus izin tersebut sebesar Rp2 miliar. Disisinyalir uang itu digunakan untuk mengunci kuota impor yang diurus atau istilah lainnya lock kuota. Sementara, sisanya sebesar Rp100 juta akan digunakan Doddy untuk mengurus administrasi perizinan.

Atas perbuatannya, I Nyoman disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid