Akar masalah praktik korupsi sumber daya alam

Gerakan Nasional Penyelamat Sumber Daya Alam Indonesia (GNP-SDA) mengidentifikasikan akar persoalan ihwal praktik korupsi di sektor SDA.

Diskusi bertajuk "Quo Vadis Korupsi Sumber Daya Alam Indoneisa," di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (16/7). Alinea.id/Achmad Al Fiqri.

Gerakan Nasional Penyelamat Sumber Daya Alam Indonesia (GNP-SDA) mengidentifikasikan akar persoalan ihwal praktik korupsi di sektor SDA lantaran masih adanya fenomena state capture.

State capture menggambarkan mengenai kekuatan swasta yang mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan pemerintah agar dapat menguntungkan pihak tertentu. Biasanya, aktivitas rasuah tersebut melibatkan pejabat eksekutif berperan sebagai penerima suap, birokrat atau aparatur sipil negara (ASN) menjadi perantara, dan pihak swasta pelaku pemberi suap.

Evaluator GNP-SDA Hariadi Kartodiharjo mengatakan, fenomena state capture disebabkan lantaran masih adanya tata kelola birokrasi yang buruk. Menurutnya, tata kelola kebijakan yang buruk seperti tidak ada transparansi pejabat dalam memproses suatu kebijakan atau regulasi.

"Jadi, state capture itu kan gampangnya pada saat pembuatan regulasi enggak ada yang tahu, sampai di akhir diputuskan substansinya menguntungkan oleh segelintir pihak. Nah, di situ timbul konflik kepentingan, penegakan hukum yang lemah, segala macam itu munculnya dari situ," kata Hariadi, dalam acara diskusi bertajuk Quo Vadis Korupsi Sumber Daya Alam Indoneisa, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (16/7).

Menurut Hariadi, KPK mempunyai peran sentral dalam meminimalisir tindakan state capture. Pasalnya, lembaga antirasuah itu dinilai Hariadi mempunyai kewenangan besar dalam mengupayakan pemberantasan korupsi.