Angkutan pelat hitam: Bantu warga di tengah absennya kepedulian pemda

Keberadaan angkutan umum berpelat hitam dianggap menyalahi aturan UU LLAJ karena tak berbadan hukum. Tapi angkutan ini dibutuhkan warga.

Mobil angkutan penumpang pelat hitam tengah berhenti menunggu penumpang di dekat Pasar Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/11/2022). Alinea.id/Akbar Ridwan

Uding tengah beristirahat di kursi panjang depan sebuah warung dekat Stasiun Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ia mengamati dua rekannya yang sibuk menawarkan calon penumpang untuk naik ke mobil angkutan berpelat hitam, yang terparkir di pinggir jalan.

Sama seperti rekannya, Uding pun sopir angkutan umum pelat hitam. Mobil yang mereka bawa rata-rata berjenis Suzuki Carry, bisa memuat delapan orang. Trayek mobil angkutan Uding dari Parung Panjang ke Bunar, yang masih wilayah Kabupaten Bogor.

Di depan Stasiun Parung Panjang memang tempat ngetem Uding dan kawan-kawan. Mereka mengharapkan penumpang pelajar dan pekerja, yang hilir-mudik menggunakan kereta komuter. Biasanya, Uding hanya narik pagi dan sore atau dua kali bolak-balik.

Dalam dua kali bolak-balik, Uding bisa merogoh kocek untuk bensin Rp130.000. Itu belum termasuk duit makan dan setoran.

“Pendapat tergantung setoran. Setoran bisa Rp80.000 sehari. Gaji dari lebihan setoran. Kadang-kadang Rp50.000 atau Rp100.000,” ucapnya saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Selasa (8/11).