Cerita pengidap sindrom stres Covid-19: "Aku enggak pernah tidur nyenyak lagi..." 

Stres, depresi, dan gangguan psikologi lainnya turut mewabah selama pandemi Covid-19.

Ilustrasi sindrom stres Covid-19. Alinea.id/Firgie Saputra

Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020, sikap Astri Septia, 26 tahun, berubah total. Wanita yang dikenal periang dan hiperaktif itu mendadak menjadi pendiam. Warga Depok, Jawa Barat, itu mengaku kian frustrasi usai pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan mobilitas warga.

Lazimnya, ia bertemu sapa dengan sahabatnya setidaknya sekali dalam sepekan. Namun, selepas Covid-19 menerpa Indonesia, Astri hampir tak pernah nongkrong dengan rekan-rekannya. Saat itu, ia juga tak pernah membuka media sosial. Ia takut membaca perkembangan terbaru terkait pandemi Covid-19. 

“Intinya, saat itu malas untuk ngapai-ngapain. Kayak pengin sendiri aja gitu. Pengin enjoy sama rasa sedih saat itu. Gue berharapnya kalau sedihnya sampai sedih banget, ya, bisa langsung hilang sedihnya,” ujar Astri saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (5/3).

Perasaaan cemas berlebihan kerap menyelimuti Astri tatkala harus keluar rumah untuk bekerja. Sebagai pegawai salah satu perusahaan di sektor esensial, Astri tidak diberikan kemewahan bekerja dari rumah. Saat pulang kerja, ia selalu takut telah terpapar virus Sars-Cov-2. 

“Gue takut banget pulang bawa virus. Soalnya, orang tua kan (punya penyakit) komorbid dua-duanya. Jadi, suka kepikiran banget. Kalau mau pergi, biasanya jarang dadakan sih. Karena kan harus siapin mental dulu,” ucap Astri.