Delik agama dinilai Lembaga Keumatan rawan konflik
Lembaga Keumatan juga khawatir akan beberapa hal berkaitan dengan Delik Agama yang justru mengancam kehidupan keagamaan dan toleransi.
Lembaga Keumatan yang diwakili oleh berbagai berbagai lembaga seperti Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Niciren Syosyu Indonesia (NSI) dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Senin (26/3), menyatakan sikapnya terhadap Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Apresiasi turut diberikan oleh lembaga-lembaga keumatan tersebut terhadap pemerintah dalam merancang KUHP. Meski begitu, Lembaga Keumatan tersebut juga khawatir akan beberapa hal berkaitan dengan Delik Agama yang justru mengancam kehidupan keagamaan dan toleransi. Apalagi, rancangan pasal-pasal yang dibuat masih bermasalah.
Sekertaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Henrek Lokra menyampaikan beberapa catatan kritis yang berkenaan dengan cakupan ketentuan pidana. Setidaknya ada dua bagian dari rancangan UU tersebut yang dikritisi olehnya.
Bagian pertama, seperti yang tercantum dalam pasal 348 - pasal 350 tentang tindak pidana terhadap agama yaitu ada beberapa poin yang menjadi catatannya. Rinciannya, berkaitan dengan melakukan penghinaan agama hingga menyebarluaskan penghinaan agama melalui media tulisan, gambar, rekaman dan melalui sarana teknologi informasi.
Kemudian, melakukan tindak pidana dengan penghinaan agama. Terakhir, menghasut agar meniadakan keyakinan terhadap agama yang dianut sah di Indonesia.