Desakan keluarga korban tragedi Mei 1998 pada presiden terpilih

Pemerintah didorong agar menjadikan tragedi Mei 1998 sebagai sebuah penanda dan titik tolak demokratisasi di Indonesia.

Sejumlah aktivis dan keluarga korban pelanggaran HAM membacakan pernyataan sikap di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Alinea.id/Fadli Mubarok

Keluarga korban tragedi Mei 1998 mendesak kepada presiden terpilih untuk tidak menempatkan pelaku pelanggar hak asasi manusia (HAM) dalam jajaran pemerintahan. Hal tersebut disampaikan sebagai pernyataan sikap menanggapi kasus tragedi Mei 1998 yang dianggap melanggar HAM namun belum ada penyelesaian hingga kini.

“Hal ini seharusnya bisa dilakukan oleh presiden terpilih nantinya dengan tidak menempatkan terduga pelaku serta keluarga terduga pelaku pelanggaran HAM dalam kekuasaan pemerintah,” kata anggota Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Dimas Bagus Arya di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Senin (13/5).

Dimas menjelaskan, permintaan tersebut disampaikan agar dapat memutus impunitas dalam penuntasan kasus tragedi Mei 1998. Dengan tak ada pelaku pelanggar HAM dalam pemerintahan, menurut dia, akan mempermudah proses penegakan hukum dan HAM. 

Selain itu, juga dapat menjamin good govenance yang seharusnya bersih dari individu yang memiliki rekam jejak negatif pada isu HAM. Keluarga korban juga mendorong agar pemerintah dapat menjadikan tragedi Mei 1998 sebagai sebuah penanda dan titik tolak demokratisasi di Indonesia.

“Perjuangan menggerus otoritarianisme yang mengorbankan ribuan nyawa ini harus menjadi upaya reflektif bersama bagi para elite politik dan juga masyarakat Indonesia guna menyudahi budaya kekerasan yang ada di negara ini,” ucap Dimas.