Dihantui 'RUU Cilaka', buruh mengadu ke DPR

Kendati untuk menarik investasi, Gebrak menyebut pemerintah menimpakan seluruh beban kepada kelas buruh dan rakyat.

Buruh bergerak ke depan Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020). Alinea.id/ Akbar Ridwan.

Elemen buruh dari Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menggelar unjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Dalam demonstrasi itu, buruh ingin menyampaikan penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang kini sedang dikebut pemerintah.

Juru bicara Gebrak, Nining Elitos, menengarai beleid sapu jagat muncul akibat memburuknya ekonomi global yang berdapak pada Indonesia. Kendati untuk menarik investasi, ia menyebut pemerintah menimpakan seluruh beban kepada kelas buruh dan rakyat. Nining pun menyebut rancangan peraturan ini dengan RUU Cilaka.

"Rakyat yang sudah terbebani kenaikan iuran BPJS dan rencana kenaikan tarif listrik, kini dihantui dampak buruk RUU Cilaka (Cipta Lapangan Kerja),” ujar Nining dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin (13/1).

Kekhawatiran terhadap Omnibus law muncul lantaran dalam beberapa kesempatan pemerintah mengenalkan konsep “easy hiring-easy firing” atau “mudah rekrut, mudah pecat” dalam RUU Cipta Lapangan Kerja. Nining mengurai konsep tersebut akan mewujud pada pasal tentang pemutusan hubungan kerja yang dipermudah, pengurangan gila-gilaan terhadap pesangon, perluasan jenis pekerjaan kontrak atau outsourcing, perhitungan upah berdasarkan jam kerja, dan lainnya.

Tak hanya itu, Nining menuding pemerintah akan memanjakan para pengusaha dengan menghapus pidana perburuhan dan menggantinya dengan sanksi perdata berupa denda dan sanksi administrasi. Alhasil, peraturan ini nantinya akan berdampak buruk pada 55 juta buruh formal di semua sektor termasuk media, perbankan, industri kreatif, dan lainnya.