Enggan gantung status seseorang, Ketua KPK siap keluarkan SP3

Kewenangan KPK menerbitkan SP3 mengacu pada Pasal 40 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK baru.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri (kanan) berbincang dengan anggota Dewan Pengawas KPK Artidjo Alkostar (tengah) disaksikan Albertina Ho (kiri) saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1/2020). Foto Antara/M Risyal Hidayat.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berjanji, KPK di bawah kepemimpinannya tidak akan menggantung status orang yang diduga terseret dalam kasus rasuah. Merujuk pada Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, lembaga antirasuah bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan perkara (SP3) jika penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

"Muaranya nanti adalah seketika perkara tersebut memang tidak layak dilanjutkan, karena dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 disebut batas waktunya 2 tahun. Jangan sampai orang ditetapkan tersangka sudah bertahun-tahun perkaranya tidak maju-maju," kata Firli dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/1).

Kendati bisa menghentikan perkara, Firli memastikan akan mengacu pada pedoman dan syarat penghentian kasus. Sebagai regulasinya, ia menyajikan Pasal 109 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut, kata dia, suatu perkara dapat dihentikan jika hal itu bukanlah tindak pidana. Kedua, jika perkara itu tidak memiliki cukup bukti.

"Misal seharusnya ada hitungan kerugian negara. Nah, kerugian negara sampai hari ini tidak ada, ya kita hentikan karena tidak cukup bukti. Kalau memang pada perhitungan kerugian negara merupakan bukti permulaan, maka kita tunggu bukti permulaannya akan dihitung atau tidak," ujar Firli.