GIAD: Amandemen UUD 1945 berpotensi jadi 'bola liar'

Agenda amendemen terbatas berpotensi rusak tata negara.

Aktivis Gerakan Untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD) saat dikusi publik di kantor Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Senin (27/1)/Foto: Alinea.id/Rizki Febianto.

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD) menilai agenda amendemen terbatas UUD 1945 hanya digunakan untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dengan kewenangan untuk menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Ini berpotensi menjadi 'bola liar' yang dapat dimanfaatkan oleh elite politik, bukan hanya untuk menghidupkan GBHN, tetapi juga untuk merusak tata negara hanya demi pemenuhan ambisi kekuasaan," ujar salah satu anggota GIAD, Lucius Karus yang juga peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) dalam diskusi publik di Kantor Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pada Senin (27/1).

Lucius menjelaskan, terdapat perbedaan besar antara amandemen yang sedang direncanakan ini dengan amandemen yang sudah pernah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya. 

"Kalo yang sekarang keinginan amandemen itu datang dari elite, dipaksakan kepada masyarakat dan kelompok masyarakat untuk ikut mendukung, jelas itu dua hal yang berbeda," tutur Lucius. 

Lucius juga menolak keras terjadap wacana amandemen ini. Ia menyebut publik tidak memiliki alasan kuat untuk memberikan kepercayaan penuh pada DPR atau MPR terhadap amandemen ini. Terlebih anggota DPR dan MPR mayoritas berasal dari partai politik.