Istana menjawab kemunduran kebebasan berekspresi di Indonesia

Indeks kebebasan berpendapat di Indonesia selama hampir lima tahun sudah tidak lagi dalam level bebas.

Kepala Staf Presiden Moeldoko memberikan keterangan terkait capaian kinerja pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta. Antara Foto

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menjawab soal kemunduran kebebasan berekspresi di Indonesia sejak 2014 atau ketika Joko Widodo menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Pemerintah terus berupaya mengelola keseimbangan antara stabilitas dengan demokrasi. 

“Cara menyikapi dan mempersepsi situasi berbeda. Pemerintah berupaya mengelola stabilitas dengan demokrasi karena di satu sisi tuntutan demokrasi luar biasa, apalagi dengan pertumbuhan media luar biasa, tapi sulit mengelola stabilitas dengan demokrasi,” kata Moeldoko di kantor staf kepresidenan (KSP) Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyampaikan indeks kebebasan berpendapat di Indonesia selama hampir lima tahun sudah tidak lagi dalam level bebas. Elsam menyatakan demikian mengutip situs freedomhouse.org.

Dalam penjelasan di situs tersebut, kebebasan berekspresi Indonesia mundur pada 2014 terkait penerbitan Undang-Undang Ormas pada medio 2013. UU itu dinilai mengekang kebebasan warga Indonesia. Terutama setelah serangkaian diskriminasi kepada kalangan penganut Ahmadiyah.

“Kita ingin menata demokrasi berjalan baik maka perlu aturan-aturan, kenapa demikian? Karena stabilitas tidak bisa diabaikan, risiko ini yang kadang tidak bisa dibaca teman-teman lain dan yang bisa baca dengan pasti adalah kami karena kami melihat betul situasinya,” ungkap Moeldoko.