Jampidum Kejagung setop 33 kasus dengan keadilan restoratif

Sementara itu, ada empat perkara yang tidak disetujui penghentian proses hukumnya.

Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta. Google Maps/Melia Cholilah

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung), Fadil Zumhana, menghentikan proses hukum 33 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Adapun empat perkara lain yang diajukan tidak disetujui penghentiannya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, mengatakan, penghentian perkara dilakukan karena para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah dihukum serta ancaman pidana denda/penjara di bawah 5 tahun. Selain itu, Kedua belah pihak sepakat berdamai.

"Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (1/4).

Ketut menyampaikan, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah mufakat tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Hasilnya, tersangka dan korban sepakat tak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena takkan membawa manfaat lebih besar.

"[Ada] pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespons positif," jelasnya.