Jokowi dinilai lakukan 2 pelanggaran soal BPJS

Jokowi dianggap mempermainkan hukum dengan menaikkan iuran BPJS

Petugas keamanan berjalan dengan membawa berkas di Kantor Pelayanan Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Senin (9/3/2020)/Foto Antara/M Risyal Hidayat.

Kebijakan menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menuai kritik. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai terdapat dua pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.

Pertama dari sisi yuridis, Jokowi dianggap telah mempermainkan hukum dengan menaikkan iuran tersebut. Diketahui, melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, mantan Wali Kota Solo itu menaikan iuran BPJS Kesehatan.

Perpres tersebut diterbitkan sebagai pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung atau MA Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres 75 Tahun 2019, tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100% dari iuran sebelumnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Sesuatu yang sudah jelas justru seharusnya direspon dengan penghormatan terhadap keputusan MA yang membatalkan perpres kenaikan BPJS, justru malah melecehkannya bahkan dengan menunjukan kekuasaannya dengan cara menaikannya kembali," ujar Fickar, kepada Alinea.id, Jumat (15/5).

Dengan demikian, Jokowi dianggap jelas tidak menghormati hukum yang ada di Indonesia. "Sikap ini jelas indikasi bahwa presiden sudah tidak menghormati hukum di negara hukum demokrasi. Seharusnya secara ketata negaraan ada konsekwensinya sendiri," paparnya.