Kabar peretasan data, jangan jadi alibi KPU bekerja tertutup

Solusi dari keamanan data, terletak pada perbaikan dan peningkatan kinerja agar bisa meningkatkan kepercayaan publik.

Karyawan melintas didekat patung maskot Pilkada Kota Blitar Si Kendang Memilih (Si Danglih) di kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Blitar, Jawa Timur, Kamis (9/4/2020). Foto Antara/Irfan Anshori.

Terkait kabar peretasan data 2,3 juta WNI dari sistem Komisi Pemilihan Umum (KPU), Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jeirry Sumampow mengatakan, data pemilih yang dikelola KPU memang data terbuka. Jadi, tak perlu diretas jika ingin mendapatkan datanya.

Dikatakan Jeirry, sebagai data publik, siapapun bisa saja mengaksesnya. Ia merasa heran jika ada informasi tentang data yang diretas tersebut.

"Data yang terbuka itu merupakan bagian dari konsekuensi kita menganut demokrasi terbuka. Data seperti itu bisa juga dengan mudah didapat dari lembaga negara lain, seperti Kemendagri," ujar Jeirry saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (22/5).

Menurut dia, di era terbuka seperti sekarang memang seringkali agak dilematis. Di satu sisi harus transparan, termasuk terbuka dengan data. Namun, ada saja orang yang akan memanfaatkan data itu untuk kepentingan negatif.

"Faktanya, soal data pemilih, kita tak pernah bisa baik sejak pemilu pertama pascareformasi digelar. Jadi, kalau data pemilih tertutup dan tak bisa dikontrol publik, maka potensi semakin banyak orang kehilangan hak pilih akan makin besar," kata Jeirry.