UGM bela diri soal tudingan malaadministrasi

Rektor UGM mengklaim tidak pernah menolak untuk hadir memenuhi permintaan Ombudsman.

UGM menilai tidak tepat rencana Ombudsman memanggil rektor./Facebook

Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai tidaklah tepat rencana Ombudsman RI Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan menghadirkan Rektor UGM Panut Mulyono secara paksa apabila tidak memenuhi panggilan hingga tiga kali. Giliran UGM menilai pemeriksaan Ombudsman terhadap dugaan malaadministrasi tidak berdasarkan laporan. 

Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani menjelaskan, pemeriksaan tidak berdasarkan laporan tersebut dibuktikan dengan isi surat dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang pertama nomor 0390/SRT/0105.2018/yg-06/XII/2018 tertanggal 13 Desember 2018. Surat tersebut menyatakan Ombudsman Perwakilan DIY telah melakukan investigasi atas prakarsa sendiri (vide Pasal 7 Huruf d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008) dengan meminta informasi penjelasan dan data dari berbagai pihak terkait.

"Berdasarkan wewenang yang ada dalam UU terkait, maka tidak tepat kiranya jika ORI akan menggunakan mekanisme pemanggilan dan menghadirkan Rektor UGM secara paksa," kata Iva dalam keterangan tertulisnya. 

UGM, kata dia, memiliki keyakinan kuat Polda DIY sangat cermat dan hati-hati mempertimbangkan untuk memberikan bantuan kepolisian kepada ORI untuk menghadirkan Rektor UGM secara paksa. Sebab Rektor UGM tidak pernah menolak untuk hadir memenuhi permintaan ORI, serta ketiadaan dasar hukum yang kuat untuk meminta Rektor UGM hadir memenuhi permintaan tersebut.

UGM mengklaim telah kooperatif dan siap memberikan penjelasan terkait dugaan kasus malaadministrasi tersebut yang ditunjukkan dengan selalu mengomunikasikan kepada ORI terkait dengan permintaan kehadiran pada tanggal 19 Desember 2018.