Kasus penyiksaan kembali terjadi, ICJR desak revisi KUHAP 

RKUHAP harus mengatur larangan permanen penggunaan kantor kepolisian sebagai tempat penahanan. 

DPR mewacanakan pembahasan revisi KUHP di tengah pandemi. Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra

Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) perlu dipercepat. Hal tersebut untuk memperbaiki sistem peradilan pidana di Indonesia.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, revisi KUHAP diharapkan bisa meniadakan ruang untuk praktik penyiksaan. Sebab, penyiksaan dalam proses penyidikan kembali terjadi. Kali ini ditemukan di Deli Serdang, Sumatra Utara. 

"Korban penyiksaan merupakan saksi mata kasus pembunuhan yang dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku. ICJR mendesak, pemerintah segera membahas RKUHAP dengan menjamin penahanan di kepolisian tidak lagi dilakukan, memperketat pengawasan hingga mengatur ulang jenis-jenis alat bukti supaya tidak lagi bertumpu pada pengakuan," ujar Direktur Eksekutif ICJR Erasmus A. T Napitupulu, dalam keterangan tertulis, Jumat (10/7).

Saat ini, RKUHAP telah masuk dalam daftar Prolegnas DPR 2020-2024. Menurut Erasmus, RKUHAP perlu mengakomodasi ketentuan untuk memperketat pengawasan dan membentuk sistem akuntabilitas dalam proses penyidikan dan penuntutan.

RKUHAP juga harus mengatur larangan permanen penggunaan kantor-kantor kepolisian sebagai tempat penahanan. Sebaiknya, penahanan dilakukan pada institusi lain untuk menjamin adanya pengawasan bertingkat.