Kasus red notice, Napoleon divonis 4 tahun penjara

Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte (mengenakan rompi tahanan), saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejari Jaksel, DKI Jakarta, Jumat (16/10/2020). Foto Antara/Rommy S.

Bekas Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, divonis bersalah dalam kasus suap penghapusan red notice terpidana hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhi hukuman 4 tahun penjara kepadanya.

Tidak hanya pidana badan, Napoleon juga dijatuhi denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Pidana diberikan karena Napoleon terbukti menerima suap US$370.000 dan S$200.000 dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi. 

"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sejumlah Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujar majelis hakim saat membacakan amar putusan, Rabu (10/3). Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), 3 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan majelis hakim, yang memberatkan karena terdakwa tak mendukung program pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Perbuatan Napoleon pun dianggap menurunkan citra, wibawa, dan nama baik Polri serta tidak mengakui perbuatannya.

"Ibarat lempar batu sembunyi tangan, berani berbuat tetapi menyangkali perbuatannya. Terdakwa sama sekali tidak menunjukkan penyesalan atas terjadinya tindak pidana dalam perkara ini," ucap majelis hakim.