Keadilan restoratif, Mahfud MD: Kepolisian-pengadilan sering tak sinkron

Mahfud MD menilai aparat penegak hukum masih berjalan sendiri-sendiri terkait restorative justice.

Menko Polhukam Mahfud MD/Foto Antara/M Risyal Hidayat.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meminta aparat penegak hukum menyamakan persepsi dalam perspektif keadilan restoratif (restorative justice). Keadilan restoratif merupakan konsep pendekatan yang lebih menekankan pada kondisi terciptanya keadilan bagi pelaku tindak pidana dan korbannya sendiri.

Kata dia, aparat penegak hukum semestinya bukan hanya menyamakan persepsi, tetapi sudah melangkah ke arah tindakan konkret. Indonesia sudah bersepakat memiliki sistem peradilan terpadu. Sub sistem yang bertanggung jawab dalam penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Menurutnya, polisi, jaksa, dan hakim harus bersinergi untuk efektivitas dalam penanganan tindak pidana. Polisi bertugas menyelidiki suatu tindak pidana untuk menemukan bukti permulaan. Sehingga, kasus sampai pada tahap penyidikan. Kemudian, jaksa melakukan penuntutan atau melimpahkan perkara itu ke pengadilan. Sedangkan hakim memeriksa dan memutus perkara itu.

“Nah, ini harus bersinergi, kapan sebuah restorative justice itu diterapkan. Persepsinya harus sama sejak awal, kadang-kadang kita tidak memakai restorative justice di atas (kepolisian), tiba-tiba restoratif (di pengadilan), atau di bawah memakai restorative justice (kepolisian), tetapi di atas tidak (pengadilan),” ucapnya dalam diskusi virtual, Kamis (4/11).

Mahfud menilai, saat ini masing-masing aparat penegak hukum masih berjalan sendiri sendiri. Aparat penegak hukum masih belum terhubung dalam penyelesaian perkara. Faktanya, banyak orang yang diseret ke pengadilan berdasarkan hitam putih hukum yang formal.