Kemenko PMK curiga belanja rokok picu stunting

Belanja rokok masyarakat lebih tinggi ketimbang protein hewani, sayur, dan buah.

Petugas Bea Cukai membuka bungkusan rokok ilegal/Foto Antara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2018, pengeluaran per kapita sebulan masyarakat untuk belanja rokok dan tembakau menempati daftar urutan lebih tinggi dibanding konsumsi protein hewani, sayur, dan buah. Sementara survei status gizi balita Indonesia pada 2019 menunjukkan prevalensi stunting hanya sebesar 27,67%.

Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Rama P.S Fauzi curiga belanja protein hewani, sayur, dan buah untuk ibu hamil juga ditukarkan konsumsi rokok.

“Memang Presiden Jokowi periode dua ingin pembangunan SDM berkualitas, tidak semudah apa yang sudah direncanakan. Ternyata, yang kita hadapi itu stunting. Itu dimulai dari ibu hamil dan kebetulan dilarang merokok. Bahkan, (jatah) untuk ibu hamil ini jangan-jangan juga dibelanjakan untuk merokok,” tutur Rama dalam diskusi virtual ‘Menagih Komitmen Pemerintah Pusat; Melarang Iklan Rokok’ yang diselenggarakan Alinea.id, Rabu (7/10).

Indonesia tergolong negara paling tinggi jumlah perokok anak. Tingkat kecanduan rokok dinilai akan berlipat ganda dan semakin sulit dihentikan. Imbasnya, banyak perokok yang berumur 30-40 tahun sudah mengidap penyakit tidak menular.

Rama menyebut, lebih dari 70% pasien Covid-19 dengan penyakit tidak menular mengalami gejala berat.