Kecewa, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi kirim surat ke Jokowi

Pansel Capim KPK dinilai telah melakukan kesalahan fatal karena tak memasukkan syarat LHKPN.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (kedua kanan), Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati (kedua kiri), Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari (kanan), dan Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora (kiri) memberikan keterangan pers menyoroti kinerja Pansel Capim KPK di gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta, Minggu (28/7). /Antara Foto

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai hasil seleksi psikologi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum memuaskan. Menurut dia, dari 40 capim yang diloloskan Pansel Capim KPK, masih ada kandidat dengan rekam jejak buruk di masa lalu. 

"Masih terdapat nama-nama yang kita duga tak patuh dalam melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) dan juga ada resistensi dari pansel ketika menanggapi kritikan terkait LHKPN," kata Kurnia di kantor ICW, Jalan Kalibata Timur IV D, Jakarta Selatan, Selasa (6/8).

Saat ini, ICW tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas. 

Terkait LKHPN, Kurnia mengatakan capim KPK diwajibkan untuk menyerahkan LKHPN. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 29 huruf Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2018. Disebutkan di pasal itu, jika diangkat menjadi pimpinan KPK, para calon harus dapat mengumumkan harta kekayaan sesuai peraturan perundang-undangan.

"Kami anggap poin itu tidak diperhitungkan pansel. Padahal, saat ini kita sedang jalani proses pemilihan pimpinan lembaga antikorupsi yang memang poin integritas dan akuntabilitas transparansi pejabat publik bisa dilihat dari LHKPN," ujar Kurnia.