Kerap kembalikan kasus pelanggaran HAM, Komnas HAM: Alasan Kejagung tak masuk akal

Kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia harus dituntaskan.

Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta. Google Maps/ikung forumproperti

Penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia atau HAM berat oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang besar. Ada ada tiga kasus pelanggaran HAM masa lalu yang dibawa ke pengadilan, namun belum juga dituntaskan. 

Yakni peristiwa Tanjung Priok, Jakarta Utara (1984); kejadian Timor Timur; dan tragedi Abepura (2000). Dari ketiga kasus itu, tidak ada pelaku dari unsur militer yang dijebloskan ke penjara.

Di luar itu, ada sebanyak 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu belum dituntaskan. Yaitu peristiwa 1965-1966; penembakan misterius atau petrus (1982-1985); peristiwa Talangsari; tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II; kasus penghilangan orang Secara Paksa; kerusuhan Mei 1998; peristiwa Simpang KKA, Aceh (3 Mei 1999); peristiwa Jambu Keupok, Aceh (2003); pembunuhan dukun santet (1998-1999); peristiwa Rumoh Geudong, Aceh (1998); tragedi Paniai (2014); serta peristiwa Wasior dan Wamena (2001).

"Semua mentok, berganti Presiden. Dipulangkan lagi (pengembalian berkas penyelidikan Komnas HAM) oleh Kejagung dengan alasan formil, materiil, dan lain-lain. Sebagian besar itu (alasannya) tidak masuk akal bagi Komnas HAM," ujar Ketua Komnas HAM Taufan Damanik dalam diskusi virtual, Minggu (20/12).

Misalnya, alasan terkait wewenang penyitaan surat tugas dari Kodam. Padahal, Komnas HAM tidak memiliki wewenang menyita barang bukti, seperti kepolisian, kejaksaan, atau KPK.