Komnas Perempuan: Penentang RUU PKS salah pahami definisi

Draf RUU PKS dinilai telah sesuai dengan konvensi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.

Aktivis perempuan membawa poster pada aksi unjuk rasa memperingi hari perempuan sedunia 2019 di Banda Aceh, Aceh, Jumat (8/3)./ Antara Foto

Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Sri Nurherwati mengatakan, pihak-pihak yang menentang  Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), di antaranya disebabkan kesalahan dalam memahami definisi dalam naskah RUU tersebut. Nur pun menjelaskan alasan penggunaan kata "kekerasan" dalam RUU tersebut. 

"Mengapa yang digunakan terminologi kekerasan, bukan kejahatan, karena Indonesia sudah ada komitmen terhadap konvensi yang dianut seluruh dunia," kata Nur dalam sosialisasi RUU PKS yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Kamis (14/3).

Konvensi yang dimaksud, adalah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, yang ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1979. Konvensi tersebut juga menggunakan terminologi kekerasan untuk menjelaskan beragam diskriminasi yang kerap diterima perempuan. 

Selain konvesi tersebut, Indonesia juga sudah menggunakan terminologi kekerasan dalam peraturan perundang-undangan lain, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

"Terminologi kekerasan bukanlah bahasa pergaulan sehari-hari, tetapi bahasa hukum dan bahasa komitmen negara," kata Nur menjelaskan.