KontraS: Ada 187 peristiwa pembatasan kebebasan berekspresi

Pembatasan itu didominasi tindakan pembubaran paksa dan penganiayaan yang berujung pada kematian. 

Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melakukan aksi damai memperingati Hari HAM Internasional di Tugu Pal Putuh, Yogyakarta, Selasa (10/12).AntaraFoto

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebutkan terdapat 187 peristiwa pembatasan terhadap kebebasan berekspresi, berkumpul, dan menyampaikan pendapat sepanjang Desember 2018 sampai November 2019.

Menurut Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS, Rivanlee Anandar, pembatasan itu didominasi tindakan pembubaran paksa dan penganiayaan yang berujung pada kematian. Rivanlee mencontohkan kasus kematian dua mahasiswa di Kendari saat demonstrasi di depan DPRD Sulawesi Tenggara pada 26 September atau kekerasan di Papua.

"Dari 187 peristiwa itu ada korban sebanyak 1.615 orang, karena ada penangkapan yang massif dari tiap peristiwa. Semisal May Day, aksi 21-23 Mei, aksi 23-30 September, serta aksi di Papua. Itu semua terjadi penangkapan dalam jumlah yang sangat massif," kata dia di kantor KontraS, Jakarta, Selasa (10/12).

Secara lebih rinci untuk aksi dalam jumlah besar, terdapat 101 peristiwa pembubaran paksa dan 46 penganiayaan. Tindakan itu, disertai dengan penangkapan.

Dari situasi tersebut, menurut Rivanlee, pihaknya melihat ada pendekat represif dan penggunaan kekuatan berlebihan dari aparat. Bahkan, cara itu seakan-akan menjadi "prosedur baru" yang selalu dilakukan aparat kepolisian dalam menangani aksi massa, terutama adalah jumlah besar.