Korupsi menggurita, KPK salahkan sistem politik

KPK sebut praktik korupsi hampir terjadi di seluruh Indonesia.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat konfrensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan Rabu 22 7 terkait kasus suap DPRD Sumut/Ist.

Hingga saat ini, pemberantasan korupsi seakan-akan masih dibebankan kepada penegak hukum. Padahal, mengguritanya tindak pidana korupsi juga buah dari sistem politik.

“Asumsinya, sistem pemerintahan apapun itu memang ada residu. Ada sampah. Ada buangannya ya, tetapi mestinya tidak sampai 20%. Jika sistem politik melahirkan residu lebih besar, ini yang salah di penegak hukum atau sistem politiknya,” ujar Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dalam diskusi virtual, Sabtu (8/8).

Semestinya, sambung Ghufron, kepala daerah menjadi pemimpin yang memikirkan nasib rakyatnya. Ironisnya, dalam sistem politik di Indonesia, bantuan negara untuk partai politik masih minim.

Di sisi lain, lanjut dia, penghargaan dan apresiasi kepada kepala daerah terbilang rendah. Sedangkan beban biaya dalam proses politik justru sangat tinggi.

Ghufron menjelaskan, tingginya beban biaya politik mendorong kepala daerah melakukan korupsi. “Ketika duduk sudah berpikir korup untuk mengembalikan modal, karena tidak semua kepala daerah memiliki keuangan yang cukup,” ucapnya.