Korupsi politik merajalela, Indeks Persepsi Korupsi terbelah

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia jeblok. Penurunan tertajam terjadi pada korupsi politik dan jabatan publik. Ini datanya.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Presiden Joko Widodo mengumpulkan Menko Polhukam Mahfud MD, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Ketua KPK Firli Bahuri di Istana Kepresidenan, Jakarta, awal minggu ini. Keempat pejabat itu diundang untuk membahas jebloknya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 yang dirilis awal Februari lalu. 

Mahfud mengaku, penurunan indeks dari 38 ke 34 amat mengejutkan. Meski diakuinya, hanya 8 dari 13 lembaga sigi internasional yang dipakai Transparency International Indonesia. World Economic Forum adalah salah satu yang tak dipakai. Padahal, klaim Mahfud, perbaikan Indonesia cukup nyata. Mahfud menjelaskan pemerintah tengah menyiapkan perbaikan. 

Sebaliknya, bagi pengajar tata negara di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, indeks yang kembali ke posisi awal Presiden Jokowi menjabat tak mengagetkan. Ini karena banyak state capture corruption atau korupsi melalui peran negara. Pada awal berkuasa, banyak kebijakan yang dibuat Jokowi dengan benturan kepentingan oligarki.

IPK merupakan indikator komposit untuk mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih) di 180 negara dan wilayah. Indeks didasarkan kombinasi 13 survei global serta penilaian korupsi menurut persepsi pelaku bisnis dan ahli sedunia sejak 1995. Untuk sektor publik, diukur perilaku pejabat dan politisi.