KPK tampik tak pertimbangkan sikap kooperatif Eni

Jaksa Penuntut Umum KPK dapat menuntut Eni Maulani Saragih dengan hukuman lebih berat.

Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1)./ Antara Foto

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, dinilai sudah sesuai dengan sikap kooperatifnya selama ini. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menyatakan Eni bisa saja dituntut dengan hukuman lebih berat.

Eni dituntut delapan tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan, dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Ia dinilai terbukti menerima menerima Rp10,35 miliar dan 40 ribu dollar Singapura dalam kasus tersebut.

Menurut Febri, payung hukum yang digunakan untuk menjerat Eni memiliki konsekuensi hukuman pidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun. Karena itu, tuntutan 8 tahun penjara sudah kurang dari dari setengah tuntutan maksimal.

"Tuntutan-tuntutan yang lebih ringan ini juga sebagai bentuk penghargaan terhadap sikap kooperatif yang dilakukan, karena kalau mau dituntut maksimal kan bisa 15 tahun atau bahkan sampai 20 tahun," kata Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/2).

Selain bersikap kooperatif, kata Febri, Eni juga telah mengembalikan uang selama proses penanganan perkara. Menurutnya, hal itu juga telah dinilai menjadi faktor meringankan dalam tuntutan politisi Golkar tersebut.