KY diminta usut dugaan pelanggaran kode etik hakim kasus Novel

PN Jakut akan menggelar sidang putusan perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Kamis (16/7).

Pengacara menyampaikan nota pembelaan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang disiarkan secara aliran langsung dalam sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, di PN Jakarta Utara, Senin (15/6/2020). Foto Antara/Indrianto Eko Suwarso

Komisi Yudisial (KY) didesak aktif mendalami dugaan pelanggaran kode etik terhadap majelis hakim yang akan memutus dua terdakwa penyiram air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.

"Komisi Yudisial harus aktif untuk mendalami dan memeriksa apabila ada inidikasi dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim," ujar anggota tim advokasi Novel dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, via keterangan resmi kepada Alinea.id, Rabu (15/7).

Menurutnya, majelis hakim harus memahami benar bahwa Indonesia menganut sistem pembuktian negatief wettelijk bewijstheorie. Sistem tersebut memiliki pengertian, dasar pembuktian dilakukan menurut keyakinan hakim (beyond reasonable doubt). Keyakinan dapat didasarkan pada dua alat bukti.

"Untuk itu, jika hakim tidak yakin dan terdapat ketidaksesuaian antara alat bukti dengan fakta kejadian, maka dua terdakwa tersebut semestinya dibebaskan," terang Kurnia.

Tim advokasi pun mendesak Mahkamah Agung (MA) memberi jaminan, bahwa majelis hakim yang menyidangkan perkara ini akan bertindak objektif. Juga meminta Komisi Kejaksaan (Komjak) memeriksa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU).