Lagi, Kejagung "obral" restorative justice

Ada sembilan dari 10 perkara yang dihentikan. Keputusan ini diambil setelah dilakukan gelar perkara.

Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta. Google Maps/ikung forumproperti

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung), Fadil Zumhana, menyetop beberapa kasus berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice). Penghentian dilakukan setelah gelar perkara dilakukan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, mengatakan, ada 10 perkara yang masuk dalam daftar penghentian, tetapi hanya sembilan yang dikabulkan. Satu perkara yang tidak dihentikan karena ancaman pidana lebih dari syarat yang dimuat dalam regulasi.

"Karena tidak sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang mengatur bahwa perkara dapat dihentikan penuntutannya apabila ancaman pidana penjara paling lama lima tahun," katanya dalam keterangannya, Rabu (9/3). 

Perkara yang tetap dilanjutkan adalah kasus yang menjerat tersangka Nurhalimah alias Uni, yang disangkakan melanggar Pasal 330 ayat (2) KUHP tentang Penculikan. Pelaku terancam pidana penjara selama sembilan tahun. 

Adapun sembilan perkara yang disetop adalah kasus dengan tersangka Santi alias Santi binti Abdullah dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Wajo; tersangka Asbar bin Baso, tersangka Irsandi bin H. Nur Ali, dan Ismail alias Maing bin Nure dari Kejari Bulukumba; tersangka Ramli dari Kejari Makassar; serta tersangka Muhidin alias La Karatus bin La Dunaini dari Kejari Buton. Mereka disangkakan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.