Laporan ICW soal Firli Bahuri dinilai salah alamat

Menurut Petrus, ICW mengesampingkan hubungan hukum perdata yang melekat pada Firli Bahuri, terutama asa kebebasan berkontrak-konsensualitas.

Ketua KPK, Firli Bahuri (jaket hitam), menaiki helikopter berkode PK-JTO saat melakukan perjalanan di Sumsel, Sabtu (20/6/2020). Dokumentasi MAKI

Praktisi hukum Petrus Selestinus menilai, pelaporan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Bareskrim Polri salah alamat. Alasannya, hubungan hukum perdata yang di dalamnya melekat hak Firli yang dilindungi asas kebebasan berkontrak dan konsensualitas menurut KUHPerdata dikesampingkan.

ICW sebelumnya mengirimkan surat kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tentang permintaan informasi perkembangan laporan dugaan tindak pidana korupsi Firli Bahuri, Senin (9/8). Pun sempat melaporkan Firli kepada Bareskrim dalam kasus dugaan gratifikasi penyewaan helikopter pada 3 Juni 2021.

"Laporan ICW kepada Bareskrim Polri tentang dugaan gratifikasi yang diterima oleh Firli Bahuri, Ketua KPK, dalam kasus penyewaan helikopter harus dipandang sebagai bukan upaya hukum yang beritikad baik," kata Petrus dalam keterangannya kepada Alinea.id, Kamis (12/8).

Menurutnya, apa pun jabatan yang melekat pada Firli, termasuk selaku Ketua KPK, tidak serta merta menghilangkan atau mencabut hak-hak keperdataannya dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, seperti sewa-menyewa, jual-beli, dan sebagainya. Pengecualian berlaku dalam hubungan hukum yang dilarang dalam ketentuan Pasal 36 jo Pasal 65 dan 66 UU KPK.

Petrus menambahkan, Firli dilindungi haknya berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan konsensualitas dalam sewa-menyewa helikopter dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal ini menyatakan, setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian yang memuat syarat-syarat perjanjian dan syarat harus adanya kesepakatan para pihak.