Lima 'bahaya' Perppu Covid-19 menurut FHUI

Perppu Covid-19 berpotensi mengembalikan absolut power.

Ketua DPR Puan Maharani bersama pimpinan DPR menerima Surat Presiden Perppu Covid-19, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/4)/Foto/Antara Raqilla.

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia atau PSHTN FH UI memberikan catatan kritis terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, atau Perppu Covid-19.

Pertama, Perppu tersebut dinilai berpotensi mengembalikan absolut power dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh presiden.

Pasal 12 Perppu 1/2020 disebut memberikan ruang kepada presiden untuk mengeluarkan APBN hanya berdasar peraturan presiden atau perpres. Hal ini dianggap menghilangkan fungsi checks and balances, salah satu karakteristik yang sangat esensial dalam kehidupan demokrasi suatu negara.

"Kondisi demikian tentu akan membuat celah kepada presiden untuk dapat bertindak absolut dalam menentukan anggaran keuangan negara tanpa adanya persetujuan dari rakyat melalui DPR. Padahal salah satu dari tercetusnya dari gerakan reformasi 22 tahun silam adalah perlawanan terhadap absolutisme eksekutif," ungkap Ketua PSHTN FHUI Mustafa Fakhri dalam keteranggannya yang diterima di Jakarta, Selasa (12/5/2020)

Kedua, lanjut dia, substansi Pasal 27 Perppu 1/2020 yang menjadikan pengawasan konstitusional yang dilakukan DPR, maupun kewenangan lembaga yudisial dalam menyidangkan perkara terkait penyimpangan yang mungkin dilakukan oleh pejabat publik dalam penanggulangan Covid-19, menjadi hilang.