LIPI: Label teroris KKB perbesar risiko disintegrasi

Semestinya pemerintah mengambil sikap proporsional, terukur, serta menjunjung keselamatan, dan HAM.

Satgas Operasi Tinombala saat patroli bersenjata di Posko Sektor II Tokorondo, Kabupaten Poso, Sulteng, Selasa (16/8/2016)/Foto Antara/Muhammad Adimaja.

Penyematan status teroris kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) bakal memperburuk dampak psikologis, stigmatisasi, dan diskriminasi terhadap orang Papua. Demikian disampaikan, Koordinator Klaster Kajian Konflik Pertahanan, dan Keamanan Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Haripin.

Pelabelan teroris terhadap KKB pasca penembakan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Binda) Papua, Mayjen Anumerta I Gusti Danny Karya Nugraha, diiringi dengan serangan balas dendam TNI-Polri di Kabupaten Puncak, Papua.

Semestinya pemerintah mengambil sikap proporsional, terukur, menjunjung keselamatan, dan HAM dalam upaya pengusutan atas peristiwa tersebut. 

Sebab, pengerahan pasukan dalam menghadapi KKB yang dianggap mengganggu ketertiban umum dan mengancam kedaulatan negara harus tetap terikat dan dibatasi oleh peraturan hukum nasional maupun internasional.

"Alih-alih menyelesaikan konflik, pelabelan teroris justru berpotensi memicu eskalasi kekerasan dan menghambat proses perdamaian di Papua," ucapnya dalam diskusi virtual, Kamis (6/5).