MA bahas pedoman pemidanaan untuk hindari disparitas pidana

Penyusunan pedoman ini telah mempertimbangkan aspek pemidanaan, termasuk keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa.

Suasana jalannya sidang putusan kasus korupsi proyek peningkatan jalan Kemiri-Depapre tahun 2015 berjalan dengan berbasis elektronik secara langsung (telekonferensi) di Pegadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/3). Foto Antara/M Risyal Hidayat/foc.

Mahkamah Agung atau MA turut menggodok pedoman pemidanaan terhadap perkara tindak pidana korupsi. Hal ini sekaligus menjawab usulan yang dilayangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK guna menjadi standar majelis hakim dalam memutus perkara rasuah.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengtakan, pedoman pemidanaan untuk menghindari disparitas pidana telah menjadi pembahasan di kalangan pihaknya. Untuk itu, pihaknya langsung membentuk tim guna merumuskan pedoman tersebut.

"Menyadari perlunya pedoman pemidanaan, khususnya dalam perkara korupsi, MA pada awal tahun yang lalu memang telah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Penyusunan Pedoman Pemidanaan Perkara Tindak Pidana Korupsi," ujar Andi, saat dihubungi wartawan, Selasa (21/4).

Pembentukan Pokja tersebut didasarkan Keputusan Ketua MA Nomor 189/KMA/SK/IX/2018. Pokja ini, didukung oleh tim peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Fakultas Hukum Universitas Indonesia atau MaPPI FHUI.

Andi menyebut Pokja dan MaPPI FHUI sudah melangsungkan pertemuan beberapa kali. Bahkan, mereka telah mendiskusikan dengan eksternal pihak terkait seperti Kejaksaan Agung, Bappenas, Kementerian Hukum dan HAM, dan KPK.