Megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung bikin RI dilema

Sayangnya, sulit menyetop pembangunan kereta cepat ini lantaran dana yang dicairkan sudah banyak dan pengerjaan mencapai 80%.

Pembangunan rel kereta cepat Jakarta-Bandung di Stasiun Halim, Jakarta, April 2020. Dokumentasi PT KCIC

Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak, menolak penggunaan dana APBN untuk membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Apalagi, menurutnya, banyak kejanggalan megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung sejak proposal disampaikan China medio Agustus 2015.

Kala itu, terang politikus Partai Keadilan Sejatera (PKS) ini, "Negeri Tirai Bambu" menawarkan biaya proyek yang lebih murah dibandingkan Jepang dan menjanjikan pembangunannya dikerjakan secara business to business (B2B) tanpa jaminan pemerintah. Namun, China Development Bank (CDB) belakangan meminta pemerintah Indonesia menanggung pembengkakan biaya proyek.

"Pada perjalanannya, semua janji China tidak terbukti dan membuat Indonesia terjebak pada dilema melanjutkan proyek dengan risiko beban utang yang makin besar atau menghentikan proyek dengan risiko proyek mangkrak, namun tetap membayar utang besar yang sudah terlanjur berjalan," tuturnya kepada wartawan, Kamis (4/8).

"Sejak awal studi kelayakan dilakukan pihak China. Sangat aneh jika mereka tidak mampu mendeteksi potensi pembengkakan biaya tersebut. Apakah ini karena kredibilitas dan kualitas studi kelayakan yang rendah atau sebuah jebakan agar proyek rugi tersebut tetap berjalan?" tanyanya.

Kejanggalan lain, lanjut Amin, operasional kereta cepat Jakarta-Bandung sulit untuk balik modal. Dengan menghitung besarnya biaya pembangunan yang membengkak menjadi US$7,9 miliar dari semula hanya US$5,13 miliar. Secara hitungan bisnis, nyaris tidak mungkin bisa kembali modal.