MK tolak permohonan uji UU Pemilu

Penolakan disebabkan MK menilai permohonan pengujian tidak berlalasan menurut hukum.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi (dari kiri) Suhartoyo, Aswanto, Saldi Isra dan I Dewa Gede Palguna memimpin sidang putusan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3)./ Antara Foto

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Pasal 458 ayat (6) UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait pendampingan advokat untuk penyelenggara pemilu yang digugat atau menjadi terlapor. Mahkamah menilai permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum. 

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (15/4).

Pemohon perkara ini adalah advokat bernama Petrus Bala Pattayona. Ia mengajukan permohonan pengujian karena merasal pasal tersebut menyebabkan dirinya kehilangan pekerjaan, sehingga tak bisa mendapat imbalan atau pekerjaan. Pasal tersebut juga dinilai membuatnya kehilangan kepastian hukum dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai kuasa hukum.

Sebelum mengajukan permohonan pengujian Pasal 458 ayat (6) UU Nomor 7 Tahun 2017 ini, bantuan hukum Petrus ditolak saat mendampingi kliennya yang menjalani persidangan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Penolakan ini disebabkan penilaian Mahkamah bahwa permohonan yang diajukan Petrus tidak beralasan menurut hukum. Hal ini lantaran Pasal 458 ayat (6) UU Pemilu bukan ditujukan kepada subjek di luar penyelenggara pemilu.