Nasib mereka yang disingkirkan BRIN dan penempatan pegawai yang serampangan

Hingga kini, mantan tenaga honorer di lembaga riset yang terintegrasi ke dalam BRIN masih kesulitan mencari pekerjaan baru.

Ilustrasi nasib tenaga honorer setelah dipecat dari BRIN. Alinea.id/Debbie Alyuwandira.

Sejak tak lagi bekerja di Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), imbas integrasi BPPT ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hasyim—bukan nama sebenarnya—kelimpungan menafkahi keluarganya. Terhitung 1 Januari 2022, ia diberhentikan karena statusnya sebagai pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNPN) alias tenaga honorer.

Bayang-bayang tak dapat membiayai persalinan istrinya yang tengah hamil anak kedua menghantui Hasyim. “Sedih juga kalau kondisinya begini,” ujarnya saat dihubungi Alinea.id, Senin (24/1).

Pria berusia 32 tahun itu tertekan pula karena ia harus membayar cicilan kredit perumahan rakyat (KPR), yang baru diambil tiga tahun lalu. Dari perhitungannya, uang tabungan yang ada hanya cukup memenuhi kebutuhan harian rumah tangga selama dua bulan ke depan.

“Saya yakin Allah tidak tidur,” ucapnya. “Sampai sekarang tetap usaha, nyari lowongan, bantu orang yang butuh benerin instalasi listrik.”

Berharap direkrut kembali