Kasus gagal ginjal akut, Ombudsman diminta beri "cap" malaadministrasi kepada Kemenkes-BPOM

Tim advokasi dan keluarga korban menilai, negara gagal memenuhi kewajiban pelayanan publik di bidang kesehatan.

Audiensi Ombudsman bersama Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (TANDUK) dan keluarga korban gagal ginjal akut di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, pada Jumat (23/12/2022). Alinea.id/Gempita Surya

Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (TANDUK) bersama keluarga korban gagal ginjal akut mendesak Ombudsman RI (ORI) mengeluarkan rekomendasi atas praktik malaadministrasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam kasus obat sirop beracun.

Dalam kasus ini, TANDUK dan keluarga korban gagal ginjal akut menilai, Kemenkes dan BPOM tidak kompeten dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal tersebut disampaikan saat menyambangi Ombudsman untuk beraudiensi terkait kasus gagal ginjal akut, Jumat (23/12).

"Tim bersama keluarga korban menilai, negara telah gagal memenuhi kewajiban pelayanan publik di bidang kesehatan," kata anggota tim advokasi, Siti Habiba, dalam audiensi.

Kegagalan tersebut terlihat dari lolosnya izin peredaran obat sirop mengandung cemaran senyawa etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Hal ini disinyalir mengakibatkan lebih dari 200 anak meninggal dunia dan ratusan anak lainnya menderita gangguan ginjal akut serta penyakit penyerta lainnya.

Habiba menyebut, penyelenggaraan pelayanan publik harus dilakukan berdasarkan asas kepentingan umum, kepastian hukum, dan akuntabilitas. Ini sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.