Ombudsman temukan permainan PPDB 2020

Suaedy mengungkapkan, sebaran sekolah yang tidak merata pada setiap RW menyulitkan siswa untuk masuk sekolah negeri.

Ilustrasi siswa baru di SMA negeri. Alinea.id/Dwi Setiawan

Pelaksanan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2020 diduga penuh dengan permainan. Modusnya, memalsukan surat keterangan domisili untuk menggugurkan kewajiban penggunaan kartu keluarga.

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menilai, penggunaan surat keterangan domisili sangat berpotensi terjadi maladministrasi. "Dalam surat keterangan domisili yang menyebutkan sudah tinggal minimal satu tahun tidak didukung dengan pemeriksaan lapangan," kata anggota ORI, Ahmad Suaedy, di Jakarta Selasa (18/8).

Dalam ketentuan surat keterangan domisili disebutkan, kata dia, harus dilegalisir lurah/kepala desa atau pejabat yang berwenang. Kecuali, lurah/kepala desa, penyebutan pejabat yang berwenang dalam legalisir surat keterangan menyebabkan ketidakseragaman. 

Ombudsman juga menemukan, dalam Pasal 19 Permendikbud tentang PPDB tidak mengatur waktu penerbitan surat penugasan, seperti kartu keluarga maupun bukti prestasi. Selain itu, tidak dijelaskan apakah yang dimaksud perpindahan tugas harus dilakukan antarkota/kabupaten atau bisa berasal dari satu kota/kabupaten yang sama.

Di sisi lain, menurut Suaedy, Ombudsman menemukan polemik zonasi dan zonasi bina RW pada PPDB Provinsi DKI Jakarta. Permasalahan terjadi karena jarak rumah yang berdekatan dengan sekolah, tetapi berbeda RW tidak menjadi prioritas untuk diterima sekolah tersebut.