Ormas sipil desak pengesahan RUU Masyarakat Adat

"Kita perlu mengawal terus proses ini, karena jika tidak, RUU Masyarakat Adat akan hilang seperti yang lalu."

Masyarakat adat melakukan ritual ruwatan dengan merias patung Dewi Sri dan Dewa Toya saat ritual 'ulur-ulur' di area wisata konservasi Telaga Buret, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (20/7). Ritual di area konservasi Telaga Buret itu merupakan tradisi turun-temurun yang dianut sejak ratusan tahun sebagai kearifan lokal sekaligus bentuk syukur atas limpahan sumber air yang membawa kesuburan dan kemakmuran bagi warga di empat desa sekitarnya./Antara Foto

Lebih dari 15 organisasi masyarakat sipil yang peduli akan isu lingkungan dan masyarakat adat desa, melakukan pertemuan untuk membahas sekaligus mengawal RUU Masyarakat Adat. 

Saat ini, RUU yang diinisasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan para pendukungnya, masih dalam proses persetujuan di DPR. Adapun proses legalisasi RUU Masyarakat Adat sudah dimulai sejak tahun 2012.

Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi menjelaskan, RUU ini mendapat dukungan DPR pada periode sebelumnya. 

"Tapi ketika Presiden SBY menunjuk Kementerian Kehutanan memimpin penyelesaian RUU ini, dari pihak pemerintah, pembahasan RUU ini mandek," ujar Rukka seperti dikutip dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (5/8). 

Lebih lanjut dia menjelaskan, pada 2018, RUU Masyarakat Adat masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Bahkan Presiden Joko Widodo pun sudah menerbitkan Surat Keputusan Presiden, dengan menunjuk Kemendagri sebagai koordinator, dan lima kementerian lainnya untuk membahas RUU Masyarakat Adat dari pemerintah; KLHK, Kemenkumham, Kemendes, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.