Otak-atik Pilkada Jakarta: Gubernur ditunjuk presiden vs dipilih rakyat, baik mana?

Hanya Fraksi Partai Gerindra yang mendorong pilkada dihilangkan dan gubernur ditunjuk presiden.

Mekanisme Pilkada Jakarta tengah diotak-atik dalam RUU DKJ. Opsi antara gubernur ditunjuk presiden vs dipilih rakyat pun menuai polemik. Google Maps/Jakarta Tourism

Sikap antarfraksi di DPR terbelah tentang dihilangkannya pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Padahal, 8 dari 9 fraksi menyetujui beleid tersebut sebagai insiatif parlemen dalam rapat paripurna, Selasa (5/12).

Fraksi Partai Gerindra sedari awal mendorong pemilihan gubernur Jakarta secara langsung, yang tertuang dalam Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ, dihapuskan dan diganti menjadi ditunjuk dan diberhentikan presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPRD. Ini dilontarkan perwakilannya, Heri Gunawan.

"Hal tersebut, salah satunya, dalam rangka mengakomodir usulan Badan Musyawarah Suku Betawi 1982, yang beberapa waktu lalu melakukan RDPU di Baleg," ujarnya saat membacakan pandangan fraksinya dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin (4/12), yang disiarkan kanal YouTube TVR Parlemen.

Adapun Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sedari awal menolak pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Nusantara, Kalimantan. Oleh karena itu, ia tak menyetujui pembahasan RUU DKJ.

Selain polemik ini, juga ada usulan agar bupati/wali kota se-Jakarta tidak lagi ditunjuk gubernur, tetapi melalui pilkada. Aspirasi tersebut dilontarkan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).