Papua, kekerasan, dan Pemilu rawan konflik

Aparat kepolisian dan sejumlah ormas mengadang aksi damai Aliansi Mahasiswa Papua pada 1 Desember 2018.

Polisi bersiaga saat unjuk rasa sekelompok orang yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Papua di Jalan Pemuda, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (1/12). /Antara Foto.

Pada 1 Desember 2018, para mahasiswa asal Papua di sejumlah daerah, yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), menggelar aksi damai memperingati hari kemerdekaan Papua Barat. Namun, aksi tersebut berujung pada penangkapan lebih dari 300 peserta aksi oleh aparat kepolisian.

The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menyebut secara rinci jumlah mereka yang diamankan. Di Kupang ada 18 orang, Ambon 43 orang, Ternate 99 orang, Jayapura 85 orang, Jakarta 140 orang, Manado 29 orang, Waropen 7 orang, dan Surabaya 233 orang.

Dari jumlah tersebut, penangkapan di Surabaya terlihat sangat mencolok. Biro Organisasi Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua Yohanes Giyai mengatakan, sebelumnya mereka sudah meminta izin dan menyerahkan surat pemberitahuan tiga hari menjelang aksi ke Polda Jawa Timur.

“Kami bertemu unit intelijen dan keamanan. Dia mengusulkan agar kami membuat acara seminar atau ibadah saja daripada aksi damai. Tapi selama ini kami direpresif ketika menggelar kegiatan semacam itu,” kata Yohanes, ketika dihubungi, Selasa (4/12).

Yohanes kemudian “diping-pong”. Dia diarahkan ke bagian administrasi Polda Jawa Timur, yang lantas menolak surat pemberitahuan itu. Tak menyerah, Yohanes bersama teman-temannya bernegosiasi dengan Polda Jawa Timur. Akhirnya, surat mereka diterima, dengan hanya mendapatkan stempel “surat diterima.”