Peluang uji materi Perpres BRIN diterima cukup besar

Selain bertentangan dengan sejumlah UU yang lebih dahulu ada, Perpres BRIN juga cacat formil.

Gedung Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, September 2016. Google Maps/Dirty Harry

Uji materi (judicial review) atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan opsi terbaik untuk memperbaiki tumpang tindih kewenangan dan kerancuan regulasi. Upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA) itu dimaksudkan untuk meluruskan regulasi tentang BRIN.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nursyamsi, menjelaskan, uji materi paling tepat diajukan kelompok peneliti. "Mungkin ada lembaga yang bergerak di bidang keantariksaan, misalnya, atau lebih luas lembaga penelitian swasta yang selama ini bermitra dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)," jelas dia. 

Menurutnya, peluang uji materi di MA dikabulkan terbuka cukup lebar, terutama soal dugaan interpretasi serampangan terhadap klausul "integrasi" di dalam Pasal 69 Perpres BRIN. Memaknai integrasi sebagai peleburan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dinilai salah karena dua lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang riset ini dibentuk atas amanah undang-undang.

LAPAN adalah mandat UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, sedangkan BATAN amanah UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Mengikuti tata aturan perundangan, aturan yang lebih rendah, seperti perpres, tidak boleh bertentangan dengan aturan lebih tinggi, dalam wujud undang-undang misalnya. 

Selain itu, kata Fajri, keberadaan Dewan Pengarah dalam Pepres BRIN juga bisa dipersoalkan. Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN tidak memiliki landasan hukum kuat.