sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Peluang uji materi Perpres BRIN diterima cukup besar

Selain bertentangan dengan sejumlah UU yang lebih dahulu ada, Perpres BRIN juga cacat formil.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 09 Agst 2021 06:04 WIB
Peluang uji materi Perpres BRIN diterima cukup besar

Uji materi (judicial review) atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan opsi terbaik untuk memperbaiki tumpang tindih kewenangan dan kerancuan regulasi. Upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA) itu dimaksudkan untuk meluruskan regulasi tentang BRIN.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nursyamsi, menjelaskan, uji materi paling tepat diajukan kelompok peneliti. "Mungkin ada lembaga yang bergerak di bidang keantariksaan, misalnya, atau lebih luas lembaga penelitian swasta yang selama ini bermitra dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)," jelas dia. 

Menurutnya, peluang uji materi di MA dikabulkan terbuka cukup lebar, terutama soal dugaan interpretasi serampangan terhadap klausul "integrasi" di dalam Pasal 69 Perpres BRIN. Memaknai integrasi sebagai peleburan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dinilai salah karena dua lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang riset ini dibentuk atas amanah undang-undang.

LAPAN adalah mandat UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, sedangkan BATAN amanah UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Mengikuti tata aturan perundangan, aturan yang lebih rendah, seperti perpres, tidak boleh bertentangan dengan aturan lebih tinggi, dalam wujud undang-undang misalnya. 

Selain itu, kata Fajri, keberadaan Dewan Pengarah dalam Pepres BRIN juga bisa dipersoalkan. Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN tidak memiliki landasan hukum kuat.

"Itu juga disharmoni dengan Perpres BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dan Undang-Undang 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek)," tuturnya dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Dalam Pasal 5 Perpres tersebut disebutkan, BRIN terdiri atas Dewan Pengarah dan Dewan Pelaksana. Dewan Pengarah bertugas memberikan arahan dalam perumusan kebijakan kepada Kepala BRIN. Ketua Dewan Pengarahnya adalah unsur dari Dewan Pengarah di BPIP. Presiden Jokowi sudah menunjuk Megawati untuk posisi itu.

Bertentangan dengan UU
Selain tidak sinkron dengan UU Ketenaganukliran dan UU Keantariksaan, menurut Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, Pepres BRIN tersebut juga bertentangan dengan UU Sisnas Iptek. Dalam Pasal 48 ayat (1) UU Sisnas Iptek disebutkan, BRIN dibentuk untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. 

Sponsored

Maksud integrasi terpampang dalam lembar penjelasan. Isinya, upaya mengarahkan dan menyinergikan antara lain dalam penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan sumber daya iptek bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan untuk menghasilkan invensi dan inovasi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional.

Sementara Pasal 69 ayat (2) Perpres BRIN disebutkan, LIPI, BPPT, BATAN, dan LAPAN bakal berubah menjadi organisasi pelaksana penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) di lingkungan BRIN. Pasal itu, kata Mulyanto, bisa dimaknai memandatkan peleburan empat lembaga riset ke dalam BRIN. 

“Padahal, di UU Sisnas Iptek tidak ada amanat untuk meleburkan, hanya untuk menjalankan agar penelitian secara terintegrasi. Jadi, saya sepakat. Mari kita harmonisasi, kita tata dengan baik supaya jalan ke depannya bagus," terang politikus PKS ini. 

Cacat formil
Tak hanya itu, penerbitan Perpres BRIN juga bisa dipersoalkan aspek formilnya. Menurut Fajri, ada kesalahan proses administrasi berupa terlambatnya penerbitan pembaruan aturan untuk mengganti Perpres Nomor 95 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019 tentang BRIN.

“Perpres 33 Tahun 2021 itu (seharusnya) lahir ketika batas waktu Perpres 95 tahun 2019 itu sebenarnya sudah berakhir (Desember 2019). Secara tata kelola kelembagaan, secara tata administrasi negara, saya pikir, bermasalah, ya," terangnya.

Selain uji materi, langkah perbaikan peraturan yang tak sinkron juga dapat ditempuh melalui proses mediasi. Hal itu diutarakan Dosen Regulation Bussiness Digital dan ICT Fakultas Ekonomi Bisnis dan Pascasarjana Fakultas Elektro Telkom University, Helni Mutiarsih Jumhur, kepada Alinea.id, 6 Juli lalu.

Menurutnya, opsi mediasi diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksana Kebijakan di Tingkat Kementerian Lembaga dan Lembaga Pemerintah. 

Dalam proses tersebut, dia mengatakan, kementerian koordinator berperan sebagai fasilitator mediasi. Urusan inovasi ada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian.

"Lewat forum mediasi, kedua peraturan tersebut (UU Sisnas Iptek dan Perpres BRIN) ditinjau kembali pasal-pasalnya agar dapat dilaksanakan dan berkeadilan," kata Mutiarsih.

Berita Lainnya
×
tekid