Pembelaan polisi dan kejanggalan lain di sidang penyerang Novel

Tim advokasi Novel Baswedan menilai ada empat kejanggalan dalam sidang perdana penyerang Novel yang berlangsung kemarin.

Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis meninggalkan ruangan usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Foto Antara/Rivan Awal Lingga

Tim Advokasi Novel Baswedan menemukan sejumlah kejanggalan dalam sidang perdana dua terdakwa penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (18/3), pihak Jaksa Penuntut Umum pada KPK membacakan dakwaan terhadap kedua terdakwa, Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.

Anggota tim advokasi Novel Baswedan, Saor Siagian, menyebut ada empat kejanggalan dalam sidang tersebut. Pertama, adanya upaya pembelaan dari Polri yang dinilai berlebihan, dengan mengerahkan sembilan orang kuasa hukum bagi kedua orang terdakwa.

"Mabes Polri menyediakan sembilan orang pengacara untuk membela para terdakwa. Hal yang sangat janggal karena perbuatan pidana para terdakwa bukanlah tindakan dalam melaksanakan tugas institusi, namun mendapatkan pembelaan dari institusi kepolisian," kata Saor dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id di Jakarta, Jumat (20/3).

Kejanggalan lain yang disebut Saor adalah keputusan sembilan pengacara yang tak mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum. 

"Hal ini sangat janggal bagi pengacara, ketika tidak menggunakan hak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa," katanya.